Senin, 30 November 2015

Lirik Lagu Buddhis: Terima Kasih Mama

Tiada kasih sayang melebihi kasihmu
Tiada ketulusan melebihi tulusmu
Walau hati gundah namun kau selalu tersenyum

Kasihmu yang suci bagai Dhamma sang Buddha
Membimbing ananda agar jujur melangkah
Kau beri yang manis kau telan semua yang pahit

T'rima kasih mamaku yang tersayang belahan jiwaku
S'ribu kata pun tak dapat melukiskan kasihmu

Dengan laguku ini ingin mengungkapka
Betapa ku sayang padamu.

Cerita Buddhis: Kisah Pangeran Dhammapala

   Dahulu kala hiduplah seorang raja bernama Maha Pratapa. Permaisurinya bernama Chandra Dewi. Mereka mempunyai seorang putra yang tampan dan menawan bernama Dhammapala. Ia adalah seorang bodhisattva. Orang-orang sangat gembira dengan kelahiran pangeran nan tampan ini. Rajapun bahagia sekali, tetapi ia adalah seorang ayah yang sombong dan pecemburu. Kejahatannya sungguh keterlaluan.
   Pada suatu hari permaisuri tengah menimang pangeran di pangkuannya. Kebetulan raja sedang lewat. Karena sedang memangku anaknya, biarpun melihat raja lewat, permaisuri tidak berdiri. Melihat sikap yang menurutnya tidak sopan itu, raja menjadi tersinggung. Dia berpikir bahwa ia telah dihina. Dengan gusar, ia kembali ke lantai atatas istananya dan memanggil algojo. Dengan mengenakan jubah merah dan kapak di tangan, segeralah algojo datang menghadap dan berdiri di hadapan raja menunggu perintah.
   "Musuhku di dalam istana ini adalah si kecil Dhammapala. Seret dia ke sini pada kakinya,"perintah raja dengan murka. Kemudian algojo pergi ke permaisuri, meminta ampunannya, laku mencengkeram kaki pangeran dan menyeretnya di atas tanah. Dengan penuh kesedihan sang ibu datang, menangis dan memohon raja untuk menghukumnya dan bukannya anak yang tak bersalah ini.
  Kemauan raja tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kemarahan dan kecemburuan telah menguasai dirinya. Ia menitahkan algojo untuk memotong tangan dan kaki si kecil Dhammapala. Dengan tanpa belas kasih, algojo pun memotong anggota badan si pangeran kecil. Ibu yang penuh dengan kasih sayang itu memeluk tubuh anaknya yang mengenaskan itu dan berkata,"Yang mulia, kasih seorang ibu kepada anaknya sangatlah dalam. Perkenankanlah aku memiliki tubuh anakku yang buntung ini."
   Raja yang berhati batu itu tidak juga tergerak oleh kata-kata lembut seperti itu,"Bawa anak ini ke perempatan jalan dan penggal kepalanya, tusuk jantungnya dengan pedang, cincang dagingnya.dan buang ke empat arah," begitulah perintah keji sang ayah yang tak berhati itu.
   Si kecil Dhammapala baru berumur tujuh bulan. Meskipun ia masih menyusu, tapi Dhammapala adalah anak yang sangat matang. Dia adalah calon buddha. Dia tidak menyimpan kebencian dalam hatinya yang lembut, dan justru sebaliknya memancarkan pikiran cinta kasihnya kepada semua makhluk. Ia berpikir:"Dhammapala, ini adalah kesempatan emas bagimu untuk mempraktikkan cinta kasihmu. Di depanmu adalah ayahmu yang telah memerintahkan untuk membunuhmu dengan keji. Di sampingmu adalah algojo yang akan membunuhmu. Di sisi lain adalah ibumu yang berduka dengan hatinya yang hancur. Di tengah adalah dirimu sendiri yang malang. Sudah pasti peserta didik mencintai ibumu, tetapi cintamu terhadap ayahmu harus lha lebih besar. ibumu tercinta menangis demi keselamatan mu, tapi ayahmu lah yang telah memberimu kesempatan emas untuk berlatih kesabaran dan cinta kasih. Pancarkan cinta kasihmu kepada mereka semua secara merata,"Semoga tidak kemalangan menima ayahku. Semoga ia tidak menderita apapun!Semoga ia terbebas dari segla penyakit! Semoga ia senantiasa sehat dan berbahagia! Semoga aku dengan kekuatan kebajikan ini, menjadi Buddha pada masa yang akan datang!"
   Dhammapala yang berpikiran mulia akhirnya dibunuh. Akan tetapi cinta kasihnya yang tak terbatas tetap berjaya.

Minggu, 29 November 2015

Lirik Lagu Buddhis: Sangha

Hidup penuh kasih
Hidup penuh arti
Kehidupan yang dijalani

Hidup penuh cinta
Hidup penuh makna
Kehidupan siswa utama

Reff:
Sangha..
Para arya nan bijaksana
Engkau warisi sucinya dhamma nan mulia

Sangha...
Siswa sejati guru buddha
Engkau teladan hidup di dunia

Hidup tanpa iri
Hidup tanpa benci
Kehidupan yang di lalui

Hidup tanpa noda
Hidup tanpa cela
Kehidupan siswa sang buddha

Cerpen: Bayangan

  Pagi ini seperti biasanya, gadis itu berjalan. Berjalan menuju sekolah nya. Berjalan dengan senang. Sampai kemudian...
Ciitt...
  Semua orang mengerubungi nya. Berusaha menolong. Dengan senyum yang manis, gadis itu bangkit dari jatuh nya.
   Ia pun melanjutkan jalan nya. Dan akhir nya ia sampai...
   Dengan senang, ia melangkah menuju kelas dan menyapa semua orang yang ada di sana.
   Tapi, kenapa? Kenapa tidak ada yang membalas nya? Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka tidak biasa nya seperti ini.
   Semua orang mengacuhkan nya. Seakan-akan ia tidak pernah ada di sini. Di tempat ini.
   Kebingungan nya semakin menjadi. Seorang berlari menuju kelas dan.. Menembus tubuh nya. 
   Ada apa ini? Seharus nya kami bertabrakan. Ia terus dilanda rasa bingung, sampai semua nya terjawab...
   Murid itu mengatakan seorang yang mereka kenal tewas karena tertabrak mobil. Iya, itu diri nya. Sontak semua orang keluar meninggalkan nya yang masih tidak percaya dengan kenyataan.
   Ini adalah akhir nya. Akhir dari kehidupan nya. Sekarang tidak ada lagi yang tersisa...
Hanya ban

Lirik lagu: Bendera

Biar saja ku tak sehebat matahari
Tapi s'lalu ku coba tuk menghangatkan mu
Biar saja ku tak setegar batu karang
Tapi s'lalu ku coba tuk melindungi mu

Biar saja ku tak seharum bunga mawar
Tapi s'lalu ku coba tuk mengharumkan mu
Biar saja ku tak seelok langit sore
Tapi s'lalu ku coba tuk mengindahkan mu

Ku pertahankan demi kehormatan bangsa
Ku pertahankan
Demi tumpah darah..
Semua pahlawan-pahlawan ku

Reff:
Merah putih terus lha kau berkibar
Di ujung tiang tertinggi
Di indonesia ku ini

Merah putih terus lha kau berkibar
Di ujung tiang tertinggi
Di indonesia ku ini

Merah putih terus lha kau berkibar
Ku akan selalu menjaga mu

Lirik Lagu Buddhis: Terimalah Karmamu

Di kala daku tertimpa derita
Daku teringat ajaran sang buddha
Guru sang Buddha mengajarkan kita
Semesta alam diliputi sukha dukha

Sedih dan girang hina dan mulia
Untung dan rugi miskin serta kaya
Dipuji-puji maupun dicela
Demikian lha segi-segi kehidupan

Marilah kita wahai kawan-kawan
Apa yang datang disesalkan jangan
Itulah hasil perbuatan kita
Karma namanya harus kita menerima

Lirik Lagu Buddhis: Sang Bhagava

Sudah kah kita menemukan
Yang kita cari di dunia
Harus nya kita menyadari
Dia lha... Sang bhagava

Ajaran mulia sang bhagava
Lentera hidup di dunia..
Penuntun jalan ke nirvana
Pujilah dia sang bhagava

Harus nya kita dapat mengerti
Hidup di dunia
Bukan lha mimpi

Reff:
Bersujud kita pada sang bhagava
Yang maha suci.. Yang maha mulia..
Berlindung kepada nya
Pasti tak akan goyah
Arungi dunia...

Lirik Lagu: JKT48 - Shoujotachi Yo

Di tengah banyak nya bintang di langit,
Bintang manakah yang paling
Memancarkan sinar terang?
Meski di tanya

Siapapun tidak akan bisa menjawabnya
Di balik kegelapan pun ada cahaya yang
Tidak nampak dari sini

Terus berjuang, Tak kenal lelah
Di sudut panggung itu
Kepedihan dan kehampaan nya
Mengisi masa muda

Reff:
Gadis remaja...
Fajat kan segera tiba
Masa depan yang sekarang akan di mulai
Woo...Woo...
Gadis remaja...
Jangan pernah engkau menyerah
Singkirkanlah segala kesedihan di hati

Berlari lah!
Berlari lah!
Sekuat tenaga!

Bintang yang terbentang di depan mata
Dan yang tidak di sadari
Jarak nya terlalu jauh sehingga cahaya nya pun
Tak sampai
Ataukah terhalang awan?
Ku inginkan jawaban

Tak mampu jalani kehidupan ini
Berbeda dengan mimpi
Bila frustasi, jangan khawatir
Melangkah lha ke depan

Reff 2:
Di saat kau bimbang,
Tanpa sadar kan menjadi kuat
Air mata kan jadi kekuatan esok hari
Woo... Woo...
Di saat kau bimbang,
Melangkah maju lha ke depan
Jika engkau berhenti semua berakhir

Semangatlah!
Berjuanglah!
Percayalah!

Resep: Nasi Goreng

Bahan:
- Bawang putih 1 siung
- Bawang merah 3 siung
- Nasi sepiring
- Telur orak arik
- Kecap

Tahap:
- Tumis bawang putih dan bawang merah yang sudah diiris.
- Setelah itu masukkan telur lalu orak arik.
- Kemudian masukkan nasi dan aduk bersama bawang putih, bawang merah dan telur tadi.
- tuang kecap lalu aduk kembali sampai merata.
- Setelah sudah pas, tuang ke dalam piring dan sajikan.

Resep: Soto Ayam

Bahan Kuah:
- Kemiri 10 butir
- Bawang putih 5 butir
- Bawang merah 5 butir
- Kunyit 2 potong
- Serai 5 batang
- Daun salam 10 lembar
- Jinten sebungkus kecil
- Air 3 liter

Bahan:
- Ayam 2 potong dada. Goreng, suir lalu tiriskan
- Soun sebungkus
- Toge seperapat
- Kol seperapat
- Lontong sesuai selera
- Telur rebus

Cara:
- Bumbu ditumis, lalu dimasukkan ke dalam 3 liter air yang sudah di didihkan.
- Lalu, masukkan garam 1 sdm, gula 3 sdm, dan penyedap rasa 2 bungkus.
- Aduk sampai matang.
- Selagi menunggu kuah nya matang, masukkan soun ke dalam air panas.
- Rebus tauge dan kol.
- Setelah matang, angkat tauge, kol, dan soun.
- Masukkan tauge, kol, dan soun ke dalam mangkok beserta telur yang sudah direbus.
- Setelah itu tuang kuah soto yang sudah matang ke dalam mangkok.
- Taburkan daging ayam yang sudah disuir tadi ke dalam soto.
- Jangan lupa tambahkan lontong yang sudah dipotong.
- Setelah itu taburkan bawang goreng untuk menambah selera.
- Soto ayam pun siap disajikan.

Sabtu, 28 November 2015

Biografi Baden Powell

Pendiri Gerakan kepanduan, yaitu Robert Stephenson Smyth Lord Baden-Powell Of Gilwell, adalah seorang tentara Inggis yang merupakan lulusan Charterhous Scool. Bergabung dengan pasukan Hussars ke-13 di India pada tahun 1876. Dari 1888 sampai 1898, BP sukses bertugas di India, Afghanistan, Zulu dan Ashanti. Sebelum dan masa perang Boer, BP bertugas sebagai perwira staff dari pasukan kerajaan Inggris (1896-1897), menjadi kolonel dari pasukan berkuda, Afrika Selatan, dan letnan kolonel dari pengawal naga ke-5 (5th Dragon Guards, 1897-1899). Karena keberanian dan pengabdiannya selama mempertahankan kota Mafikeng (dulu Mafeking) dari kepungan musuh, dipromosikan menjadi mayor jendral.
           
B
aden-powell kemudian kembali ke Inggris, pada tahun 1908 BP menjadi letnan jendral. Dianugrahi gelar kesatria tahun 1909, kemudian menjadi pensiunan dari dinas militer pada tahun berikutnya. Bp membentuk The Boys Scouts  di tahun 1908, dan dua tahun berikutnya BP membantu mendirikan The Girl Guides,  organisasi serupa untuk para anak-anak dan remaja putri.
Berikut data-data penting dari Baden-powell / BP (para pandu biasa memanggilnya) :
*    BP dilahirkan di kota London, Inggris, pada tanggal 22 februari 1857.
*    Nama lengkapnya adalah Robert Stephenson Smyth Lord Baden-Powell Of Gilwell.
*    Tetapi para pandu biasa memanggilnya dengan sebutkan BP.
*    Nama kecil dari Baden-powell adalah Ste, Stephe atau Stepheson (paling sering dipanggil dengan nama Steevie). Dipanggil dengan nama Robert atau Sir Robert, setelah mendapat gelar kesatria dari raja Inggris.
*    Ayah dari Baden-powell adalah Proff. Domine Baden-pawell seorang guru besar Geometri di Universitas Oxford, Inggris. Beliau menikah dengan Miss Henrietta Grace Smyth, seorang putri dari Admiral kerajaan Inggris yang terkenal yaitu William T. Smyth.
*    Baden-powell dilahirkan dalam sebuah keluarga besar. Baden-powell mempunyai Sembilan orang saudara, yaitu : Warrington, George, Agustus, Frank, Penrose, Agnes, Henrietta, dan Baden Fletcher.
*    BP bertambah akrab dengan saudara-sudaranya sejak sepeninggalan ayahnya, yang meninggal pada tanggal 11 Juni 1860. Pada usia tiga tahun BP telah menjadi anak yatim. Sehingga sejak usia sangat muda, BP dituntut untuk hidup mandiri.
*    BP telah berusaha untuk hidup mandiri dengan hanya dukungan oleh kekerasan hatinya serta keteguhan ibundanya tercinta Ny. Henriette Grace.
*    Ny. Henrietta Grace memasukan BP ke Charterhouse Scool di tahun 1870.
*    Selain pandai belajar sehingga BP meraih besiswa, BP juga mengikuti banyak kegiatan ekstra seperti :
·         Marching Band
·         Klub menembak (Rifle Chorps)
·         Teater, kegemarannya ini terus digeluti hingga sering tampil dalam berbagai pementasan drama bersama sahabatnya Kenneth Mc Laren.
·         Melukis dan menggambar, gambar/illustrasi sering mengisi karya tulisnya
·         Kipper keseblasan Charterhouse.
*    Di Charterhouse School inilah BP mendapat julukan lainya, yaitu “Bathing-Towel”.
*    Di usia 19 tahun BP menamatkan sekolah di Charterhouse School. Kemudian memutusan untuk bergabung dengan dinas kemiliteran, atas bantuan pamannya kolonel Henry Smyth, komandan dari Royal Military Academy di Woolwich.
*    Setelah lulus dari akedemi militer tersebut BP ditempatkan di India, dengan pangkat pembantu letnan.
*    Pengalaman BP di ketentaraan inilah yang nantinya akan banyak mempangaruhi perkembangan berdirinya gerakan kepanduan di Inggris.
*    BP dikenal sebagai orang yang pandai bergaul dan banyak kawannya. Salah seoarang sahabat terdekat adalah Kenneth Mc Laren. Kebersamaan mereka telah menghasilkan banyak pengalamanan baik dalam kedinasan, pementasan drama, maupun berburu hewan liar (babi hutan).
*    Selama bertugas di Afrika, Baden-powell banyak melakukan petualangan sehingga pengalaman-pengalamannya makin bertambah. karena keberaniannya, Baden-Powell mendapat julukan IMPEESA dari suku-suku setempat seperti : Zulu, Ashanti dan Metebele. Impeesa mempunyai arti “Srigala yang tidak pernah tidur”.

*    Pada tahun 1908, Baden-Powell menulis
buku Scouting For Boys, sebuah
mahakarya[1] yang sangat spektakuler.
Buku inilah yang mengakibatkan
perkembangan kepanduan
semangkin besar. Buku
ini menyebar diseluruh
daratan Eropa sampai ke
daerah-daerah jajahan.
*    Pada tahun 1910, Baden-Powell
meletakkan jabatanya didinas
ketentaraan dengan pangkat terkhir
adalah Letnan Jendral. Mulailah
Badden-Powell berkonsentrsi penuh
untuk mengembangkan kepanduan
kesuruh dunia.
*    Pada tahun 1912, Baden-Powell
mengadakan perjalanan keliling dunia
untuk menemui para pandu diberbagai Negara. Baden-Powell menikah dengan Olave St. Clair Soames (lady Baden-Powell) pada tahun tersebut, dan kemudian dikaruniai tiga orang anak yaitu Peter, Heather dan Betty.
*    Pada tahun 1920, para pandu sedunia berkumpul di Olimpia, London, Inggris dalam acara jamboree dunia yang pertama. Pada hari terakhir kegiatan Jambore tersebut (6 Agustus 1920) Baden-Powell diangkat sebagai Chief Scout Of The World atau bapak pandu sedunia. Baden-Powell juga dianugrahi gelar Lord Baden-Powell Of Gilwell, dengan julukan Baron oleh Raja George V.
*    Setelah keliling dunia, termasuk mengunjungi Batavia (sekarang-Jakarta) pada tanggal 3 Desember 1934, sepulangnya dari meninjau Jambore di Australia[2], BP beserta Lady Baden-Powell menghabiskan masa-masa akhirnya di Inggris (sekitar tahun 1935-1938). Kemudian Baden-Powell kembali ke tanah yang amat dicintainya, Afrika.
*    Baden-Powell menghabiskan masa tuanya di Nyeri, Kenya. Beliau akhirnya wafat pada tanggal 8 Januari 1941 dan diantar di atas kereta yang ditarik oleh para pandu yang sangat mencintainya ketempat peristirahatan terahir.


Tempat / Tanggal Lahir          : London ( Inggris ) / 22 Februari 1857.
Wafat                                      : Nyeri, Kenya 8 Januari 1941.
Nama Ayah                             : Prof.Domine Baden Powell.
Nama Ibu                                : Miss Henrietta Grace Smyth.
Nama Saudara                       : Warrington, George, Augustus, Frank, Penrose, Agnes, Henrietta,            Jessie dan Baden Fletcher.
Nama Istri                               : Olave St.Clair Soames ( Lady Baden Powell ).
Nama Anak                             : Peter, Heather dan Betty.
Buku – Buku Karya BP             : Scouting For Boys, Aids To Scouting, Rovering to Success dsb.


  • Tingkatan Pramuka Siaga : Siaga Mula, Siaga Bantu, Siaga Tata.
  • Tingkatan Pramuka Penggalang : Penggalang Ramu, Penggalang Rakit, Penggalang Terap
Tingkatan Pramuka Penegak : Penegak Bantara, Penegak Laksana

Kisah Dewa Krishna

Kresna (Dewanagari: कृष्णIASTkṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu
Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.
Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. Berbagai tradisi menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa. Kehidupan Kresna dibahas dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, dan Wisnupurana.
Pemujaan terhadap dewa atau pahlawan yang disebut Kresna—dalam wujud Basudewa, Balakresna atau Gopala—dapat ditelusuri sampai awal abad ke-4 SM. Pemujaan Kresna sebagai Swayam Bhagawan, atau Tuhan Yang Mahakuasa, yang dikenal sebagai Kresnaisme, muncul pada Abad Pertengahan dalam situasi Gerakan Bhakti. Dari abad ke-10M, Kresna menjadi subjek favorit dalam seni pertunjukan. Tradisi pemujaan di masing-masing daerah mengembangkan berbagai macam wujud/aspek Kresna seperti Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra dan Shrinathji di Rajasthan. Sekte Gaudiya Waisnawa yang terpusat pada pemujaan kepada Kresna didirikan pada abad ke-16, dan sejak tahun 1960-an juga telah menyebar di Dunia Barat, sebagian besar disebabkan oleh organisasi Masyarakat Internasional Kesadaran Kresna
 

Kehidupan

Riwayat Kresna dapat disimak dalam kitab Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, Brahmawaiwartapurana, dan Wisnupurana. Latar belakang kehidupan Kresna pada masa kanak-kanak dan remaja adalah India Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara bagian Uttar Pradesh, Bihar, Haryana, sementara lokasi kehidupannya sebagai pangeran di Dwaraka sekarang dikenal sebagai negara bagian Gujarat.

Kelahiran

Lukisan Basudewa menyeberangi sungai Yamuna untuk menyelundupkan Kresna ke Gokula, dibuat sekitar abad ke-18, dari Himachal Pradesh, India.
 
Menurut kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam sastra dan perhitungan astronomi Hindu, hari kelahiran Kresna yang dikenal sebagai Janmashtami, jatuh pada tanggal 19 Juli tahun 3228 SM.
Menurut Itihasa (wiracarita Hindu) dan Purana (mitologi Hindu), Kresna merupakan anggota keluarga bangsawan di Mathura, ibukota kerajaan Surasena di India Utara (kini kawasan Uttar Pradesh). Ia terlahir sebagai putra kedelapan Basudewa (putra Raja Surasena) dan Dewaki (keponakan Raja Ugrasena). Orang tuanya termasuk kaum Yadawa atau keturunan Yadu, putra raja legendaris Yayati. Raja Kangsa, kakak sepupu Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya sendiri ke penjara, yaitu Ugrasena. Pada suatu ketika, ia mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba membunuh Dewaki, namun Basudewa mencegahnya. Basudewa menyatakan bahwa mereka bersedia dikurung dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru lahir untuk dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putra ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam bahaya, maka ia diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dititipkan pada Nanda dan Yasoda, sahabat Basudewa di Vrindavan. Dua saudaranya yang lain juga selamat yaitu, Baladewa alias Balarama (putra ketujuh Dewaki, dipindahkan secara ajaib ke janin Rohini, istri pertama Basudewa) dan Subadra (putra dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).

Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna lahir tanpa hubungan seksual, melainkan melalui "transmisi mental" dari pikiran Basudewa ke rahim Dewaki. Umat Hindu meyakini bahwa pada masa itu, jenis ikatan tersebut dapat dilakukan oleh makhluk-makhluk yang mencapainya. Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhumi, dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.

Masa kanak-kanak dan remaja

Lukisan Kresna mengangkat bukit Gowardhana, karya Shahadin dari India, dibuat sekitar akhir abad ke-17.
 
Kresna dibesarkan oleh Nanda dan Yasoda, anggota komunitas penggembala sapi yang ada di Vrindavana. Kisah masa kanak-kanak dan remaja Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi seorang penggembala sapi, tingkah nakalnya sebagai makhan chor (pencuri mentega), kegagalan Kangsa dalam membunuhnya, dan perannya sebagai pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa kecilnya, Kresna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh berbagai raksasa—di antaranya Putana (raksasa wanita), Kesi (raksasa kuda), Agasura (raksasa ular)—yang diutus oleh Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia juga menjinakkan naga Kaliya, yang telah meracuni air sungai Yamuna dan menewaskan banyak penggembala. Dalam kesenian Hindu, seringkali Kresna digambarkan sedang menari di atas kepala naga Kaliya yang bertudung banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga Garuda—musuh para naga—tidak akan berani menganggunya.
Kresna dipercaya mampu mengangkat bukit Gowardhana untuk melindungi penduduk Vrindavana dari tindakan Indra, pemimpin para dewa yang semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka, daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka. Gerakan spiritual yang dimulai oleh Kresna memiliki sesuatu di dalamnya yang melawan bentuk ortodoks penyembahan dewa-dewa Weda seperti Indra.
Kisah permainannya dengan para gopi (wanita pemerah susu) di Vrindavana, khususnya Radha (putri Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai Rasa lila dan diromantisir dalam puisi karya Jayadeva, penulis Gita Govinda. Hal ini menjadi bagian penting dalam perkembangan tradisi bhakti Kresna yang memuja Radha Krishna.

Sang Pangeran

Kresna membunuh Kangsa sementara Baladewa membunuh seorang pegulat. Lukisan dari Rajasthan, India, dibuat sekitar abad ke-17.
 
Kresna beserta Baladewa yang masih muda diundang ke Mathura untuk mengikuti pertandingan gulat yang diselenggarakan Kangsa. Tujuan sebenarnya adalah membunuh Kresna dengan dalih pertandingan gulat. Setelah mengalahkan para pegulat Kangsa, Kresna menggulingkan kekuasaan Kangsa sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kepada ayah Kangsa, Ugrasena, sebagai raja para Yadawa. Ia juga membebaskan ayah dan ibunya yang dikurung oleh Kangsa. Kemudian ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut.

Kunti—bibi Kresna—menikah dengan Pandu dari kerajaan Kuru dan memiliki tiga putra. Beserta dua putra dari Madri—istri kedua Pandu—kelima putra Pandu disebut Pandawa. Maka dari itu Kresna memiliki hubungan keluarga dengan para Pandawa, dan memiliki hubungan yang istimewa dengan Arjuna, salah satu Pandawa.

Sebelum berdirinya kerajaan Dwaraka, kota Mathura—kediaman keluarga Kresna (Yadawa)—diserbu oleh Jarasanda, Raja Magadha karena dendam pribadi. Penyerbuan tersebut berhasil diredam berkali-kali, namun Jarasanda tidak menyerah. Kemudian Jarasanda dibantu oleh Kalayawana, yang memiliki dendam pribadi terhadap klan Yadawa. Persekutuan tersebut memaksa Kresna mengungsikan para Yadawa ke suatu wilayah di India Barat yang menghadap Laut Arab (pada masa sekarang disebut Gujarat) dan mendirikan sebuah kerajaan di sana, bernama kerajaan Dwaraka (secara harfiah berarti "kota banyak gerbang").[48] Setelah Dwaraka didirikan, Kresna mengalahkan Kalayawana dengan suatu jebakan.

Kresna menikahi Rukmini, putri dari kerajaan Widarbha, dengan cara kawin lari. Di tempat lain, Sisupala, sepupu Kresna yang berencana melamar Rukmini menjadi kecewa setelah mengetahui berita tersebut sehingga ia membenci Kresna. Dari pernikahannya dengan Rukmini, Kresna memiliki putra bernama Pradyumna.

Permata Syamantaka

Pada suatu ketika, Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata Syamantaka dari Dewa Surya. Kresna menyarankan agar permata itu diserahkan kepada Ugrasena—raja kaum Yadawa—namun Satrajit menolaknya. Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama baiknya, Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena telah dibunuh seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada jenazahnya. Ia mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati bangkai seekor singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai tersebut. Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di kediaman seekor beruang bernama Jembawan. Di tempat tersebut ia mendapati bahwa permata Syamantaka tersimpan di sana.

Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata Syamantaka, namun permintaannya ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari siapa sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan permata itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka beserta putrinya yang bernama Jambawati untuk dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan menyerahkan Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena sudah berprasangka buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, ia menikahkan putrinya yang bernama Satyabama kepada Kresna.

Para istri Kresna

Kresna mengalahkan pasukan Narakasura. Lukisan dari naskah Bhagawatapurana, dari abad ke-16.
 
Dalam kitab Bhagawatapurana diceritakan bahwa Narakasura dari kerajaan Pragjyotisha mengalahkan Indra, pemimpin para dewa. Indra mengadukan hal tersebut kepada Kresna sehingga Kresna menyerbu Pragjyotisha dengan angkatan perangnya. Kresna berhasil mengalahkan Narakasura dan membebaskan 16.100 putri yang ditawan oleh Narakasura. Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna menikahi 16.108 putri, dan delapan di antaranya adalah yang terkemuka dan disebut dengan istilah Ashta Bharya — yaitu Rukmini, Satyabama, Jambawati, Kalindi, Mitrawrinda, Nagnajiti, Badra dan Laksana. Kresna menikahi 16.100 putri lainnya, yang merupakan tawanan raksasa Narakasura, untuk mengembalikan kehormatan mereka. Kresna berjasa karena membunuh raksasa tersebut dan membebaskan mereka. Menurut adat sosial yang ketat pada masa itu, seluruh wanita tawanan memiliki martabat rendah, dan tidak memungkinkan untuk menikah, karena mereka di bawah kendali Narakasura. Akan tetapi Kresna menikahi mereka untuk mengembalikan status mereka di masyarakat. Pernikahan dengan 16.100 putri tawanan tersebut kurang lebih merupakan rehabilitasi wanita massal. Dalam tradisi Waisnawa, dipercaya bahwa para istri Kresna merupakan manifestasi Dewi Laksmi—pasangan Dewa Wisnu—atau merupakan jiwa istimewa yang melewati kualifikasi setelah menghabiskan banyak masa hidup dalam tapasya, sedangkan Satyabama, merupakan ekspansi dari Radha.

Upacara Rajasuya

Kresna memenggal Sisupala dengan cakranya saat upacara Rajasuya diselenggarakan oleh Yudistira. Lukisan karya Jnananjana Dasa.
 
Dalam kitab Mahabharata, Yudistira, sepupu Kresna dari kerajaan Kuru ingin mengadakan upacara Rajasuya. Atas saran Kresna, ia mengerahkan saudara-saudaranya (para Pandawa) untuk menaklukkan para raja di Bharatawarsha (India). Di antara para raja, yang sulit ditaklukkan adalah Jarasanda, raja Magadha. Bima—salah satu Pandawa—menantangnya untuk bertarung dengan gada. Mereka bertarung selama 27 hari. Setiap kali matahari terbenam, mereka beristirahat untuk melanjutkan pertarungan di hari berikutnya. Jarasanda sulit dibunuh. Pada hari ke-28, atas petunjuk Kresna, Bima membelah tubuh Jarasanda menjadi dua bagian (kanan-kiri), dan melemparkannya ke arah berlawanan. Dengan demikian, Jarasanda dapat dibunuh.
Setelah Jarasanda dikalahkan, upacara Rajasuya diselenggarakan oleh Yudistira dan para raja yang ditaklukkannya diundang untuk menghadirinya. Untuk menghormati para undangannya, Yudistira memutuskan untuk memberi hadiah kepada orang-orang yang paling utama di antara mereka. Ia meminta saran Bisma, kakeknya untuk menentukan siapa yang berhak diberikan hadiah terlebih dahulu. Bisma menyarankan agar hadiah diberikan kepada Kresna, dan Yudistira pun menyetujuinya. Akan tetapi, keputusan tersebut ditolak oleh Sisupala. Sisupala menghina Kresna secara bertubi-tubi, namun Kresna tetap bersabar. Sesuai janji Kresna kepada ibu Sisupala, ia tidak akan membunuh Sisupala kecuali bila makian yang diterimanya dari Sisupala sudah lebih dari seratus kali. Setelah Sisupala menghina Kresna lebih dari seratus kali, Kresna mengeluarkan senjata cakranya kemudian memenggal kepala Sisupala. Menurut legenda, Sisupala—beserta Dantawaktra, rekannya—adalah reinkarnasi Jaya dan Wijaya, penjaga pintu gerbang Waikuntha, kediaman Wisnu. Karena melarang Catursana memasuki Waikuntha, mereka dihukum untuk turun ke bumi, dan atas keinginan mereka sendiri, mereka dilahirkan sebagai musuh Wisnu dan dibunuh oleh Wisnu sendiri. Tindakan Kresna (sebagai awatara Wisnu) membunuh Sisupala telah membebaskan jiwa Sisupala dari reinkarnasi yang harus dialaminya sehingga jiwanya kembali menuju Waikuntha.

Baratayuda dan Bhagawadgita

Lukisan Kresna sebagai juru damai, karya Raja Ravi Varma. Dalam lukisan, Kresna mencegah Satyaki, rekannya yang hendak menghadapi para Korawa yang tidak menyetujui usulan damai yang diberikan Kresna.
 
Perselisihan antara para Pandawa dan Korawa—sepupu mereka—dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan para Pandawa atas sikap para Korawa yang menghalalkan segala cara agar tahta kerajaan Kuru tidak jatuh ke tangan Yudistira—yang tersulung di antara Pandawa—sebagai putra mahkota tertua. Kresna bertindak sebagai juru damai, namun upaya perundingan gagal karena para Korawa—yang dipimpin Duryodana—tidak mau mengalah. Di samping itu, Duryodana senantiasa dihasut oleh pamannya, Sangkuni.
Saat keputusan perang tidak terelakkan lagi, hampir seluruh raja di Bharatawarsha (India) diminta untuk berpartisipasi, dan akhirnya semuanya menjadi dua pihak, yaitu pihak Pandawa dan Korawa. Kresna menawarkan kesempatan kepada dua pihak untuk memilih pasukannya atau dirinya sendiri, namun dengan kondisi tidak membawa senjata apapun. Arjuna yang mewakili Pandawa memilih agar Kresna berada di pihaknya, sedangkan Duryodana—pemimpin para Korawa—memilih pasukan Kresna. Saat tiba waktunya untuk berperang, Kresna bertindak sebagai kusir kereta perang Arjuna, karena sesuai dengan perjanjian bahwa ia tidak akan membawa senjata apapun.
Kresna sebagai kusir kereta perang Arjuna dalam perang di Kurukshetra. Lukisan dari India, dibuat sekitar abad ke-18 dan ke-19 Masehi.
 
Saat meninjau angkatan perang dan mengamati pihak yang akan berperang, Arjuna menjadi ragu setelah menyaksikan keluarga, sepupu, kerabat, serta kawan-kawan yang dicintainya bersiap-siap untuk membunuh satu sama lain. Kemudian Kresna menasihati Arjuna tentang perang yang akan dihadapinya. Percakapan tersebut meluas menjadi suatu wacana dan menjadi kitab tersendiri, dikenal sebagai Bhagawadgita 'Kidung Ilahi'. Dalam Bhagawadgita, Kresna menguraikan ajaran Iswara (ketuhanan), jiwa, dharma (kewajiban), prakerti (alam semesta), dan kala (waktu). Kresna juga menjelaskan bahwa tujuannya berada di dunia adalah untuk menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang jahat. Kutipan yang terkenal adalah:
Kapanpun dan dimanapun kebajikan merosot, dan kejahatan merajalela, pada saat itulah aku menjelma, wahai keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh dan menghukum orang jahat, serta menegakkan kebenaran, aku lahir dari zaman ke zaman. (Bhagawadgita4:7–8)
Saat Yudistira merasa tertekan atas kekalahan yang diterima pihaknya di hari pertama, Kresna tetap optimis bahwa kemenangan sudah pasti akan diraih Yudistira karena ia bertindak di jalan yang benar dan telah mendapat restu dari Bisma—kakeknya sendiri, sekaligus kesatria tua yang harus dihadapinya dalam perang itu—sesaat sebelum perang dimulai. Seperti halnya Kresna, Bisma juga berkata bahwa kemenangan pasti akan diraih Yudistira dan ia mendoakan cucunya itu agar mencapai kejayaan, meskipun mereka harus saling menyerang dalam perang.
Seringkali Kresna meminta Arjuna agar segera mengalahkan Bisma, kakek para Pandawa dan Korawa. Keraguan Arjuna membuat Kresna marah sehingga ia mencopot roda keretanya sebagai pengganti cakram untuk membunuh Bisma. Akan tetapi tindakannya segera dicegah oleh Arjuna yang berjanji bahwa ia akan mengalahkan kesatria tua tersebut di hari berikutnya. Setelah para Pandawa mengetahui kelemahan Bisma, di hari berikutnya, Kresna menginstruksikan Srikandi, putra Raja Drupada agar menghadapi Bisma, dengan ditemani oleh Arjuna. Bisma, yang merasa bahwa Srikandi telah dilahirkan untuk membunuhnya, sulit menghindari serangan Arjuna yang bersembunyi di belakang Srikandi. Akhirnya Bisma dikalahkan di hari kesepuluh.
Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna. Lukisan karya Pariksit Dasa.
 
Kresna juga membantu Arjuna dalam membunuh Jayadrata, kesatria Korawa yang menahan para Pandawa dalam usaha menyelamatkan Abimanyu—putra Arjuna—yang terkurung dalam formasi Cakrabyuha dan terbunuh oleh serangan serentak yang dilancarkan delapan kesatria Korawa. Kresna juga meruntuhkan semangat Drona—komandan tentara Korawa, pengganti Bisma—setelah ia memberi isyarat pada Bima untuk membunuh seekor gajah perang bernama Aswatama, nama yang serupa dengan nama putra semata wayang Drona. Pandawa berteriak bahwa Aswatama mati, namun Drona enggan mempercayainya sebelum ia mendengar langsung dari Yudistira yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong. Kresna tahu bahwa Yudistira tidak akan berdusta, maka ia mengatur siasat agar Yudistira tidak berbohong namun Drona menganggap putranya telah gugur. Saat ditanya oleh Drona, Yudistira berkata, "Aswatama mati. Entah gajah, entah manusia." Tetapi setelah Yudistira mengucapkan kalimat pertama, tentara Pandawa yang telah diperintah oleh Kresna segera membuat kegaduhan dengan membunyikan genderang perang dan sangkakala, sehingga Drona tidak mendengar kalimat kedua yang diucapkan Yudistira dan percaya bahwa putranya telah gugur. Setelah dilanda dukacita, Drona meletakkan senjatanya, dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Drestadyumna untuk memenggal kepalanya.
Saat Arjuna bertarung melawan Karna, roda kereta Karna terperosok ke dalam genangan lumpur. Saat Karna mencoba mengangkat keretanya dari lumpur, Kresna mengingatkan Arjuna tentang tindakan Karna dan Korawa lainnya yang telah melanggar peraturan dalam peperangan saat menyerang dan membunuh Abimanyu secara serentak, dan ia meyakinkan Arjuna untuk menempuh cara yang sama untuk membunuh Karna. Maka Arjuna memenggal kepala Karna saat kesatria itu sedang berusaha mengangkat keretanya dari lumpur.
Menjelang hari puncak peperangan, Duryodana menemui Gandari, ibunya untuk meminta anugerah agar seluruh tubuhnya kebal dari segala serangan. Untuk itu, ia harus datang dalam keadaan telanjang bulat. Kresna mengolok-oloknya sehingga ia menjadi malu. Ia memutuskan untuk menutupi selangkangannya dengan kulit pisang saat menemui ibunya. Setelah Duryodana tiba, Gandari membuka penutup matanya dan mencurahkan kekuatan dari matanya ke tubuh Duryodana, tetapi ia kecewa setelah mengetahui bahwa Duryodana menutupi selangkangan dan paha sehingga daerah itu tidak akan kebal. Ketika Duryodana bertarung dengan Bima, serangan Bima tidak berpengaruh bagi Duryodana. Untuk menyelesaikannya, Kresna mengingatkan Bima akan janjinya untuk membunuh Duryodana dengan cara memukul pahanya. Bima pun melakukannya, meskipun melanggar peraturan (mengingat bahwa Duryodana sendiri telah melanggar dharma pada perbuatannya pada masa lalu). Dengan demikian, strategi Kresna telah membantu Pandawa memenangkan perang dengan menjatuhkan seluruh pemimpin tentara Korawa, tanpa perlu mengangkat senjatanya. Ia juga menghidupkan kembali Parikesit, cucu Arjuna yang diserang dengan senjata Brahmastra oleh Aswatama saat berada di dalam janin ibunya. Di kemudian hari, Parikesit menjadi penerus Pandawa.

Kehidupan di kemudian hari

Kehancuran Wangsa Yadawa, lukisan karya Pariksit Dasa.
Setelah perang usai, Yudistira diangkat sebagai Raja Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia memerintah selama 36 tahun. Sementara itu Kresna tinggal bersama kaumnya di Dwaraka. Karena Samba—putra Kresna—dan beberapa pemuda Yadawa telah mengolok-olok para resi yang mengunjungi Dwaraka, maka kaum Yadawa dikutuk agar hancur dengan menggunakan senjata gada yang dikeluarkan dari perut Samba. Atas perintah Ugrasena, senjata tersebut dihancurkan hingga menjadi debu lalu dibuang ke laut. Debu tersebut hanyut ke tepi pantai Prabasha dan tumbuh menjadi semacam tanaman rumput, disebut eruka.
Pada suatu perayaan, kaum Yadawa mengunjungi Prabasha dan berpesta pora di sana. Karena pengaruh minuman keras, mereka mabuk dan saling hantam. Perkelahian pun berubah menjadi pembunuhan masal. Saat menyaksikan kaumnya saling bunuh, Kresna menggenggam rumput eruka dan melemparkannya ke tengah percekcokan tersebut yang mengakibatkan ledakan hebat sehingga membunuh hampir seluruh kaum Yadawa yang ada di sana. Setelah kehancuran kaumnya, Baladewa meninggalkan tubuhnya dengan cara melakukan Yoga. Sementara itu, Kresna memasuki hutan dan duduk di bawah pohon untuk bermeditasi. Mahabharata menyatakan bahwa seorang pemburu bernama Jara mengira sebagian kaki kiri Kresna yang tampak sebagai seekor rusa sehingga ia menembakkan panahnya, menyebabkan Kresna terluka secara fana, sampai berujung ke kematiannya. Saat jiwa Kresna mencapai surga, tubuhnya dikremasi oleh Arjuna.
Menurut sumber-sumber dari Purana, kepergian Kresna menandai akhir zaman Dwaparayuga dan dimulainya Kaliyuga, yang dihitung jatuh pada tanggal 17/18 Februari 3102 SM. Para guru aliran Waisnawa, misalnya Ramanuja dan aliran Gaudiya Waishnawa memandang bahwa tubuh Kresna seutuhnya merupakan tubuh spiritual sehingga tidak akan pernah membusuk karena hal ini tampaknya merupakan perspektif dalam Bhagawatapurana. Kresna tidak pernah disebut menua atau menjadi uzur dalam penggambaran secara historis dalam berbagai Purana, meskipun telah melewati beberapa dasawarsa, tetapi ada alasan untuk sebuah perdebatan apakah ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki tubuh material, karena pertempuran dan deskripsi lain dari wiracarita Mahabharata jelas menunjukkan indikasi bahwa ia tampaknya tunduk pada keterbatasan alam. Sementara kisah pertempuran tampaknya menunjukkan keterbatasan, Mahabharatha juga menceritakan berbagai kisah saat Kresna tidak tunduk pada keterbatasan, seperti cerita ketika Duryodana mencoba untuk menangkap Kresna namun tubuhnya memancarkan api yang menunjukkan semua ciptaan ada dalam dirinya.

Pemujaan

Aliran Waisnawa

Pemujaan terhadap Kresna merupakan suatu bagian dari aliran Waisnawa (Waisnawisme), aliran agama Hindu yang menganggap Wisnu sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dan memuliakan berbagai awatara (penjelmaan) yang terkait dengannya, termasuk pasangan (sakti/dewi) dewa itu sendiri, serta orang suci maupun guru yang menyebarkan ajarannya. Secara istimewa Kresna dipandang sebagai penjelmaan Wisnu seutuhnya, atau sebagai wujud Wisnu itu sendiri. Bagaimanapun juga, hubungan yang pasti antara Kresna dan Wisnu terasa kompleks dan bermacam-macam. Kadangkala Kresna dianggap sebagai dewa tersendiri, yang memiliki kekuasaan penuh tanpa ketergantungan. Di antara berbagai macam dewa, Kresna sangat penting, dan tradisi dalam garis perguruan Waisnawa biasanya terpusat kepada Wisnu maupun Kresna, sebagai dewa yang dipuja. Istilah Kresnaisme digunakan untuk meyebut sekte pemuja Kresna, sementara istilah Waisnawisme untuk sekte yang terpusat kepada Wisnu dan Kresna dianggap sebagai awatara, daripada Tuhan Yang Mahakuasa.
Seluruh tradisi Waisnawa menganggap Kresna merupakan awatara Wisnu; kadangkala Kresna disamakan dengan Wisnu; sementara beberapa tradisi lainnya, misalnya Gaudiya Waisnawa, Wallabha Sampradaya dan Nimbarka Sampradaya, menganggap Kresna sebagai Swayam Bhagawan, wujud asli Tuhan, atau Tuhan itu sendiri. Swaminarayan, pendiri aliran Swaminarayana Sampradaya juga memuja Kresna sebagai Tuhan. "Kresnaisme Raya" (Greater Krishnaism) merupakan bentuk Waisnawa yang kedua atau dominan, berkisar antara penyembahan Basudewa, Kresna, dan Gopala pada Zaman Weda Akhir. Di masa sekarang kepercayaan tersebut memiliki pengikut yang cukup banyak, termasuk di luar India.

Tradisi awal

Arca Baladewa atau Balarama (kiri) dan Kresna (kanan) di Vrindavan, India.
 
Secara historis, Dewa Kresna Basudewa (kṛṣṇa vāsudeva "Kresna, putra Basudewa") merupakan salah satu bentuk pemujaan tertua dalam aliran Kresnaisme dan Waisnawa. Dipercaya bahwa pemujaan tersebut merupakan tradisi penting pada sejarah awal pemujaan Kresna di zaman kuno. Tradisi ini dianggap sebagai yang terawal di antara tradisi lainnya yang kemudian bergabung pada tahap selanjutnya dalam perkembangan sejarah. Tradisi lainnya meliputi Bhagawatisme dan penyembahan Gopala, yang bersama penyembahan Balakresna (Bala-Krishna) membentuk dasar tradisi pemujaan yang terpusat pada Kresna pada masa sekarang. Beberapa ahli kuno akan menyamakannya dengan Bhagawatisme, dan dipercaya bahwa pendiri tradisi religius ini adalah Kresna, yang merupakan putra Basudewa, sehingga namanya adalah Bāsudewa (Vāsudeva), termasuk ke dalam anggota suku Satvata, dan pegikutnya menyebut diri mereka sendiri sebagai "Kaum Bhagawata" dan agama ini terbentuk pada abad ke-2 SM (zaman Resi Patanjali), atau sekurang-kurangnya pada abad ke-4 SM menurut bukti-bukti Megasthenes dan dalam kitab Arthasastra karya Kautilya, ketika Bāsudewa dipuja sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dengan cara monoteistik yang kuat, dimana Yang Mahakuasa adalah sempurna, kekal, dan penuh karunia. Dalam berbagai sumber di luar pemujaan, pemuja atau bhakta dianggap sebagai Basudewaka (Vāsudevaka).Kitab Hariwangsa menggambarkan hubungan yang rumit antara Kresna Basudewa, Sangkarsana, Pradyumna dan Aniruda yang kemudian akan membentuk konsep Waisnawa tentang empat manifestasi yang utama, atau awatara.